TELAH BERAKHIR DI PANGKUAN MALAM
sudah
tak ada sajak baru pagi ini. hanya kesiur angin mencoba berpuisi.
berupaya gigih
menyumpalkan bait-bait gelisah. tentang matahari yang
angkuh, tentang pipit yang tak
boleh disebut burung, tentang embun yang
berteman daun dan batu, tentang ilalang yang ...
hei! ternyata masih
saja ingin menusuk rembulan. sedang tentang kamu, angin tak terlalu
banyak tahu. akulah satu-satunya penyair yang memujamu. diksi
teristimewa hanya
mengarahkan tombol keyboard ke namamu. mata cintaku
menatap indahmu di monitor
14,1 ". lalu, syairku menyeret pesonamu
hingga titimangsa terlupa karena rindu
yang tiada akhir. tentang kamu,
selalu melahirkan puisi biru. namun, sayang disayang,
sudah tak ada
sajak baru pagi ini. semua telah berakhir di pangkuan malam. kala aku
pun
berpuisi dengan bait-bait gelisah. tentang matahari yang angkuh,
tentang pipit yang tak
boleh disebut burung, tentang embun yang berteman
daun dan batu, tentang ilalang yang ...
hei! ternyata ilalang telah
menusuk dada angin dan aku.
Bengkulu, 08 Juli 2012
ah kenapa akhir cuma takluk di pangkuan
BalasHapusseperti tangis kanak pada ibunya
kenapa tak setabah rembulan
yang selalu ditusuk ilalang
pada banyak sajak?
itu keren sobat, terus menulis
hahaha
Hapusini lagi suntuk sama puisi yg banyak tetek bengek
loh puisi memang begitu kah hehe?
Hapusterlalu mengikat pikiran dengan teori, hanya akan menghambat eksekusi: menulis! bersebab ketakutan ini itu, tak boleh ini itu. menurut saya, sebaiknya tulislah yang hendak disampaikan, setelah jadi, bolehlah baca kembali, ditambahkurangi, diganti sana sini, dll. lalu dipublikasi. terlalu takut hanya akan menghambat :)
Hapushehe iya maksudku puisi itu mesti banyak macam, ya tema-nya, cara bicaranya, pilihan kata, dll hehe, biar tertemukan sesuatu yg baru pada puisi dan pembaca agar terus merasa segar dengan puisi dan cintanya pada puisi jadi tak mati
Hapus