PADA SAATNYA
adalah deja vu sebenar nyata
tak terbantah, meski satu dua tepis menepuk pipi
aku berada di belukar resah yang api
kepulan asap tanya mengepung kening
saat senyummu teman ngopi yang mendadak asing,
bersebelahan tanpa tegur atau berbagi seruput
dinding rumah pun kuldesak semata
bukan lagi jejer kenangan yang terpaku rapi
anak kita bermain tali di meja makan,
memutar-mutar luka yang tiap hari kujalin
seperti terbiasa, dengan wajah dewasa sebelum waktunya
sedangkan aku, masih sibuk merengeki langit bisu
mungkinkah bukan deja vu, sayang?
karena angka yang tanggal satu-satu tak lagi bercerita banyak
teronggok bersama dingin sepi ini
saat kopiku bertanya alamat senyummu
Bengkulu, barangkali awal Ramadhan 1433 H/20 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar