Kamis, 26 Juli 2012

MENATAP MATAHARI

aku menjerang sunyi di tungku pagi
selepas selimut malam membentuk onggokan di sudut bilik
dingin seperti enggan enyahkan beku, meski bara nyaris debu
secangkir kopi manis jambu gagal sudah tunaikan tugas,
membakar sisa mimpi.

dari halaman belakang kautembak dada kiriku dengan mulut bisa,
sontak degup serasa henti,
ah, ya, ada yang terlupa:
anak-anak haram kita lupa kucuci.

kaujewer telinga kananku sambil
mengutuk satu-satu nama anggota keluarga, lalu para tetangga,
lalu seisi negara
tanpa mukadimah, rentetan serapah yang telah muntah
berakhir begitu saja bak film India:
kita menangis berdua.

pagi-pagi serupa ini bukanlah alien di bumi kita
yang seharusnya kauculik dan hanyutkan ke laut,
atau gantung saja di tugu taman kota.

ada ladang tebu siap panen di luar sana, kekasih
ambilkan parang tebas, caping lebar
dan jika berkenan, kuminta satu bonus:
mekar senyummu.

Bengkulu, 6 April 2012

Selasa, 24 Juli 2012

KALAM

malam membentang kalam lewat kelamnya
sungguh hitam seakan diam. mungkin alam
dibungkam dendam saat temaram samarkan
sejarah cahaya sedari petang

rumah menampung sekumpulan lempung dan aku
teronggok dengan sisa nyawa
tersudut sambil terus menuding langit
lalu memukul dada kesal karena kehilangan bulan bintang
di sisa detik, menyulut sepi lewat perbincangan tiada arti
terlihat hitam semata
pun dinding rumah,
kusam buram

bisu ranjang menggigilkan bibit mimpi
kebisuan yang meniadakan kalam
malam ini kutulis aksara dengan bunyi sendiri-sendiri
seakan khatam. berlarian
kalimat memasti hari
iyakah?

sebagai pembual kehabisan akal
kuanggap kalam menepi bersama puisi

Bengkulu, 22 Juli 2012

Minggu, 15 Juli 2012

DI SEPANJANG WAKTU

pernah kita coba menuang anggur sukacita ke kolam waktu
sambil kujalin rambut panjangmu seiring denting gemercik jatuh
namun udara pagilah yang mabuk tak tertahan
terhuyung kiri kanan, oleng menyambar tiang mimpi
maka, airmata bukan lagi hal langka

pernah kita berleha sejenak di hamparan rumput waktu
sambil kaulukis sayap kupu-kupu dengan sapuan rindu
namun taklah hadir begitu saja sebentuk keindahan
tanpa aba-aba, bintik debu tumbuh liar di lukisanmu
maka, istirah senja akan tetap langka

ohai, sayang
niscaya yang datang menjatuhkan rintik
bukanlah sejuk hujan, tapi api dari dusta
pada setiap cerita kudus rekayasa kita

Bengkulu, 5 Juli 2012

Jumat, 13 Juli 2012

TITIK DI AWAL PUISIMU

.
"berakhir saat mula adalah rencana"

patahkan
semangat matari pagut bumi
hentikan
gulir ingsut  roda-roda mimpi

hendak kemana lagi kaularung dukalara pujipuja

prang itu kudengar tatkala malam cahaya kunang
dentang dadamu terusik godam bibirlidah lantang
telinga berlutut jangan
namun pecah jua ia
di dadaku

kafilah dan anjing sama lalu
beda lagu
beda tuju
anjing dan kafilah sama tahu

ohai, begitulah selalu, seingatku


Bengkulu, Juli 2012

Senin, 09 Juli 2012

TELAH BERAKHIR DI PANGKUAN MALAM

sudah tak ada sajak baru pagi ini. hanya kesiur angin mencoba berpuisi. berupaya gigih
menyumpalkan bait-bait gelisah. tentang matahari yang angkuh, tentang pipit yang tak
boleh disebut burung, tentang embun yang berteman daun dan batu, tentang ilalang yang ...
hei! ternyata masih saja ingin menusuk rembulan. sedang tentang kamu, angin tak terlalu
banyak tahu. akulah satu-satunya penyair yang memujamu. diksi teristimewa hanya
mengarahkan tombol keyboard ke namamu. mata cintaku menatap indahmu di monitor
14,1 ". lalu, syairku menyeret pesonamu hingga titimangsa terlupa karena rindu
yang tiada akhir. tentang kamu, selalu melahirkan puisi biru. namun, sayang disayang,
sudah tak ada sajak baru pagi ini. semua telah berakhir di pangkuan malam. kala aku pun
berpuisi dengan bait-bait gelisah. tentang matahari yang angkuh, tentang pipit yang tak
boleh disebut burung, tentang embun yang berteman daun dan batu, tentang ilalang yang ...
hei! ternyata ilalang telah menusuk dada angin dan aku.

Bengkulu, 08 Juli 2012

Sabtu, 07 Juli 2012

KEHILANGAN

bukan sebuah berita dengan gelegar maha,
hanya bisik katak dari bawah sayak
tentang nurani yang entah di rimba mana

akulah selalu, selalu aku
yang kerap silap, mendudu menjauhimu


Bengkulu, 6 Juli 2012

Jumat, 06 Juli 2012

PADA SAATNYA

adalah deja vu sebenar nyata
tak terbantah, meski satu dua tepis menepuk pipi
aku berada di belukar resah yang api
kepulan asap tanya mengepung kening
saat senyummu teman ngopi yang mendadak asing,
bersebelahan tanpa tegur atau berbagi seruput

dinding rumah pun kuldesak semata
bukan lagi jejer kenangan yang terpaku rapi

anak kita bermain tali di meja makan,
memutar-mutar luka yang tiap hari kujalin
seperti terbiasa, dengan wajah dewasa sebelum waktunya
sedangkan aku, masih sibuk merengeki langit bisu

mungkinkah bukan deja vu, sayang?
karena angka yang tanggal satu-satu tak lagi bercerita banyak
teronggok bersama dingin sepi ini
saat kopiku bertanya alamat senyummu


Bengkulu, barangkali awal Ramadhan 1433 H/20 Juli 2012