JUDUL YANG MENYUNDUL
JUDUL YANG MENYUNDUL
(Membaca Puisi S Riyanto Hamid)
Penyair S Riyanto Hamid lumayan banyak memajang puisinya di beberapa grup puisi dunia maya. Kali
ini di salah satu grup penyair asal Palembang ini memajang puisi dengan judul MOLA
HIDATIDOSA. Berawal dari membaca judul, saya tertarik untuk membaca
lebih lanjut dan lebih jauh puisi ini. Berikut adalah puisi tersebut:
MOLA HIDATIDOSA
diperam setahun kurang dalam kasih sayang
yang tiada berkelang
aneka cita tersulam sudah, membajui kerinduan
yang lama telanjang
lalu haruskah hanya seuntai anggur
sebagai pelipur?
14/06/2012 di At Tauhid
Memakai judul MOLA HIDATIDOSA, penyair membawa pikiran saya mengarah ke
kata DOSA. Entah mengapa kata itu yang menempel di kepala saya sehingga
mempengaruhi suasana membaca puisi ini. Sebelumnya saya belum tahu
bahwa MOLA HIDATIDOSA itu adalah istilah untuk penyebutan awam: HAMIL
ANGGUR yaitu semacam tumor dalam rahim yang berkembang dan membuat si
penderita mengira bahwa perkembangan itu adalah perkembangan janin
serupa yang terjadi pada sebuah kehamilan.
Larik pertama:
“diperam setahun kurang dalam kasih sayang” menyampaikan kisah sebagai
pembuka tentang sebuah masa atau waktu yang kurang dari setahun. Ada
kegiatan terhadap sebuah objek dalam larik ini yaitu kegiatan “memeram”.
Ber-kata dasar “peram” yang berarti kurang lebih sama dengan
“menyimpan” yang biasanya berlaku pada buah-buahan. Apakah objek yang
diperam selama setahun kurang dalam kasih sayang? Tentu di awal ini saya
belum dapat mengira apa objek tersebut. Puisi ini kemudian dilanjutkan
dengan larik kedua yang menurut saya barangkali adalah lanjutan dari
larik pertama yang dipenggal: “yang tiada berkelang”. Mungkin di sini
“berkelang” sama maknanya dengan “berselang” sehingga saya membacanya
sebagai kasih sayang tanpa adanya waktu antara (terputus).
aneka cita tersulam sudah, membajui kerinduan
Di atas adalah larik selanjutnya dari puisi S Riyanto Hamid ini. Kata
“cita” memiliki arti yang bercabang lumayan banyak. Dalam puisi ini saya
mengartikan cita di sini secara denotatif adalah kain sebagai bahan
baju. Hal ini karena ada kata “membajui” yang kurang lebih berarti
“memakaikan baju pada”. Namun karena ini adalah puisi, maka pada larik
ini dapat pula saya tangkap aroma harapan, pengharapan, perasaan
mendalam akan sesuatu. Harapanlah rupanya yang telah membungkus sebuah
kerinduan.
Kemudian sama dengan awal tadi, larik ini dilanjutkan
dengan: “yang lama telanjang”. Menurut saya yang lama telanjang di sini
tentulah kerinduan pada larik sebelumnya. S Riyanto Hamid dua kali
memenggal larik dengan menuliskan kelanjutannya sebagai sebuah
keterangan.
Selanjutnya puisi ini diteruskan dengan:
lalu haruskah hanya seuntai anggur
sebagai pelipur?
Dua larik penutup ini adalah penutup puisi dan saya membacanya tak lain
adalah satu larik yang dipenggal: “lalu haruskah hanya seuntai anggur
sebagai pelipur?”
Hanya seuntai anggur sebagai pelipur tentulah
cukup menimbulkan tanda tanya. Pada satu kesempatan, dilipur atau
dihibur dengan seuntai anggur tentulah cukup menyenangkan terutama saat
haus atau saat panas yang amat sangat. Tetapi dalam puisi ini dilekatkan
kata “hanya” yang menggambarkan suasana “tidak semestinya begini”.
Berarti seuntai anggur dalam puisi ini bukanlah hal atau sesuatu yang
sesungguhnya diharapkan.
Puisi ini begitu singkat dan meninggalkan
tanda tanya di kepala begitu usai membacanya. Hal ini saya rasakan
sendiri sehingga menyundul rasa penasaran saya untuk membaca lebih
lanjut. Yang pertama saya lakukan adalah mencari tahu apa arti judul
puisi ini. Tidak susah, begitu mengetik di search engine langsung
ditemukan artinya adalah (seperti sudah ditulis di atas): HAMIL ANGGUR.
Maka dengan sendirinya pikiran saya membaca ulang puisi ini dan
mendapatkan gambaran sedikit jelas tentang apa yang sebenarnya ingin
dikisahkan oleh S Riyanto Hamid.
Bolehlah saya membaca puisi
ini sebagai cara berbagi kesan penyair S Riyanto Hamid akan sebuah
kejadian. Karena tidak memakai aku lirik, tentu puisi ini dapat saya
anggap sebagai kisah saja yang pernah ditemui atau diketahui oleh
penyairnya. Kisah tentang kekecewaan seorang wanita yang awalnya
berbahagia karena menduga dia hamil. Berbagai harapan dan cita-cita
telah dilekatkan pada kehamilan tersebut, dirawat dengan kasih sayang
tanpa berselang waktu, disulamnya cita sebagai harapan atas kerinduan
mendapatkan seorang bayi sebagai buah hati. Sedih dan kecewa wanita ini
karena ternyata kehamilan ini hanyalah hamil anggur yang sebenarnya
semacam tumor di kandungan.
Kiranya rahasia dalam puisi ini
cukup cepat terbaca setelah mengetahui arti dari judulnya. Karena sedari
awal kesan DOSA yang melekat di kepala saya, saya juga mengambil
kesimpulan bahwa masih ada orang yang menganggap bahwa wanita yang
mengalami kejadian hamil anggur ini adalah sebab dari sebuah dosanya di
masa lalu.
Demikian sedikit pemahaman yang dapat saya tangkap
setelah membaca puisi MOLA HIDATIDOSA karya S Riyanto Hamid. Mengenai
pemahaman sebenarnya tentulah hanya penyair yang lebih paham dan bisa
juga pembaca lain akan memiliki pemahaman berbeda.
Salam,
Rizadian Adha
15 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar