MENATAP MATAHARI
Aku menjerang sunyi
di tungku pagi
selepas selimut malam membentuk onggokan di sudut
bilik
Dingin seperti enggan enyahkan beku, meski bara nyaris debu
Secangkir kopi manis jambu gagal sudah tunaikan tugas,
membakar sisa
mimpi.
Dari halaman belakang kautembak dada kiriku dengan
mulut bisa,
sontak degup serasa henti,
ah, ya, ada yang terlupa:
Anak-anak haram kita lupa kucuci.
Kaujewer telinga kananku
sambil
mengutuk satu-satu nama anggota keluarga, lalu para tetangga,
lalu seisi negara
Tanpa mukadimah, rentetan serapah yang telah
muntah
berakhir begitu saja bak film India:
Kita menangis
berdua.
Pagi-pagi serupa ini bukanlah alien di bumi kita
yang seharusnya kauculik dan hanyutkan ke laut,
atau gantung saja di
tugu taman kota.
Ada ladang tebu siap panen di luar sana,
Kekasih
ambilkan parang tebas, caping lebar
dan jika berkenan,
kuminta satu bonus:
mekar senyummu.
Bengkulu, 6 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar