Jumat, 15 Juni 2012

JUDUL YANG MENYUNDUL

JUDUL YANG MENYUNDUL
(Membaca Puisi S Riyanto Hamid)

Penyair S Riyanto Hamid lumayan banyak memajang puisinya di beberapa grup puisi dunia maya. Kali ini di salah satu grup penyair asal Palembang ini memajang puisi dengan judul MOLA HIDATIDOSA. Berawal dari membaca judul, saya tertarik untuk membaca lebih lanjut dan lebih jauh puisi ini. Berikut adalah puisi tersebut:

MOLA HIDATIDOSA

diperam setahun kurang dalam kasih sayang
yang tiada berkelang
aneka cita tersulam sudah, membajui kerinduan
yang lama telanjang
lalu haruskah hanya seuntai anggur
sebagai pelipur?

14/06/2012 di At Tauhid

Memakai judul MOLA HIDATIDOSA, penyair membawa pikiran saya mengarah ke kata DOSA. Entah mengapa kata itu yang menempel di kepala saya sehingga mempengaruhi suasana membaca puisi ini. Sebelumnya saya belum tahu bahwa MOLA HIDATIDOSA itu adalah istilah untuk penyebutan awam: HAMIL ANGGUR yaitu semacam tumor dalam rahim yang berkembang dan membuat si penderita mengira bahwa perkembangan itu adalah perkembangan janin serupa yang terjadi pada sebuah kehamilan.

Larik pertama: “diperam setahun kurang dalam kasih sayang” menyampaikan kisah sebagai pembuka tentang sebuah masa atau waktu yang kurang dari setahun. Ada kegiatan terhadap sebuah objek dalam larik ini yaitu kegiatan “memeram”. Ber-kata dasar “peram” yang berarti kurang lebih sama dengan “menyimpan” yang biasanya berlaku pada buah-buahan. Apakah objek yang diperam selama setahun kurang dalam kasih sayang? Tentu di awal ini saya belum dapat mengira apa objek tersebut. Puisi ini kemudian dilanjutkan dengan larik kedua yang menurut saya barangkali adalah lanjutan dari larik pertama yang dipenggal: “yang tiada berkelang”. Mungkin di sini “berkelang” sama maknanya dengan “berselang” sehingga saya membacanya sebagai kasih sayang tanpa adanya waktu antara (terputus).

aneka cita tersulam sudah, membajui kerinduan

Di atas adalah larik selanjutnya dari puisi S Riyanto Hamid ini. Kata “cita” memiliki arti yang bercabang lumayan banyak. Dalam puisi ini saya mengartikan cita di sini secara denotatif adalah kain sebagai bahan baju. Hal ini karena ada kata “membajui” yang kurang lebih berarti “memakaikan baju pada”. Namun karena ini adalah puisi, maka pada larik ini dapat pula saya tangkap aroma harapan, pengharapan, perasaan mendalam akan sesuatu. Harapanlah rupanya yang telah membungkus sebuah kerinduan.
Kemudian sama dengan awal tadi, larik ini dilanjutkan dengan: “yang lama telanjang”. Menurut saya yang lama telanjang di sini tentulah kerinduan pada larik sebelumnya. S Riyanto Hamid dua kali memenggal larik dengan menuliskan kelanjutannya sebagai sebuah keterangan.

Selanjutnya puisi ini diteruskan dengan:

lalu haruskah hanya seuntai anggur
sebagai pelipur?


Dua larik penutup ini adalah penutup puisi dan saya membacanya tak lain adalah satu larik yang dipenggal: “lalu haruskah hanya seuntai anggur sebagai pelipur?”
Hanya seuntai anggur sebagai pelipur tentulah cukup menimbulkan tanda tanya. Pada satu kesempatan, dilipur atau dihibur dengan seuntai anggur tentulah cukup menyenangkan terutama saat haus atau saat panas yang amat sangat. Tetapi dalam puisi ini dilekatkan kata “hanya” yang menggambarkan suasana “tidak semestinya begini”. Berarti seuntai anggur dalam puisi ini bukanlah hal atau sesuatu yang sesungguhnya diharapkan.
Puisi ini begitu singkat dan meninggalkan tanda tanya di kepala begitu usai membacanya. Hal ini saya rasakan sendiri sehingga menyundul rasa penasaran saya untuk membaca lebih lanjut. Yang pertama saya lakukan adalah mencari tahu apa arti judul puisi ini. Tidak susah, begitu mengetik di search engine langsung ditemukan artinya adalah (seperti sudah ditulis di atas): HAMIL ANGGUR. Maka dengan sendirinya pikiran saya membaca ulang puisi ini dan mendapatkan gambaran sedikit jelas tentang apa yang sebenarnya ingin dikisahkan oleh S Riyanto Hamid.

Bolehlah saya membaca puisi ini sebagai cara berbagi kesan penyair S Riyanto Hamid akan sebuah kejadian. Karena tidak memakai aku lirik, tentu puisi ini dapat saya anggap sebagai kisah saja yang pernah ditemui atau diketahui oleh penyairnya. Kisah tentang kekecewaan seorang wanita yang awalnya berbahagia karena menduga dia hamil. Berbagai harapan dan cita-cita telah dilekatkan pada kehamilan tersebut, dirawat dengan kasih sayang tanpa berselang waktu, disulamnya cita sebagai harapan atas kerinduan mendapatkan seorang bayi sebagai buah hati. Sedih dan kecewa wanita ini karena ternyata kehamilan ini hanyalah hamil anggur yang sebenarnya semacam tumor di kandungan.

Kiranya rahasia dalam puisi ini cukup cepat terbaca setelah mengetahui arti dari judulnya. Karena sedari awal kesan DOSA yang melekat di kepala saya, saya juga mengambil kesimpulan bahwa masih ada orang yang menganggap bahwa wanita yang mengalami kejadian hamil anggur ini adalah sebab dari sebuah dosanya di masa lalu.

Demikian sedikit pemahaman yang dapat saya tangkap setelah membaca puisi MOLA HIDATIDOSA karya S Riyanto Hamid. Mengenai pemahaman sebenarnya tentulah hanya penyair yang lebih paham dan bisa juga pembaca lain akan memiliki pemahaman berbeda.

Salam,

Rizadian Adha
15 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar